Ticker

6/recent/ticker-posts

Materi Soal Analisis Bahasa Indonesia Kelas 10 tentang Makna Kata dalam Puisi



Puisi merupakan salah satu karya sastra, selain prosa dan drama. Sebagai sebuah karya sastra, puisi digunakan seseorang untuk mengungkapkan pikiran, gagasan, dan perasaannya dalam bentuk kata-kata yang indah. Kata-kata dalam puisi cenderung bersifat kiasan. Puisi biasanya disampaikan dengan teknik figuratif untuk menciptakan suasana suasana yang mampu menggugah imajinasi, perasaan, dan keindahan bagi pembacanya. Dalam puisi, kata-kata dipilih sedemikian rupa secara selektif. Pemilihan kata tersebut bertujuan dapat memunculkan efek tertentu dan menampung makna yang menggambarkan pikiran, gagasan, dan perasaan penyair. Pemilihan kata-kata atau diksi juga harus mempertimbangkan irama, rima, larik, bait, dan tipografi (bentuk) puisi. Oleh karena itulah, unsur bahasa dalam puisi dianggap lebih padat jika dibandingkan dengan karya sastra lainnya.

Untuk memahami suatu puisi, kalian harus menelaah makna pilihan kata yang terdapat di dalamnya. Setiap kata dalam puisi dipilih dengan cermat oleh penyair dengan berbagai pertimbangan. Hal tersebut bertujuan memunculkan efek dan makna tertentu. Untuk itu, penyair sering menggunakan gaya bahasa (majas), pengimajian, kata konkret, dan kata konotatif untuk mendukung makna puisi yang ingin disampaikannya. Berikut penjelasan mengenai hal tersebut.

1.    Majas (gaya bahasa)

Majas atau gaya bahasa merupakan bahasa kiasan yang digunakan untuk menampilkan efek tertentu bagi pembacanya. Untuk lebih memahami majas/gaya bahasa dalam puisi, bisa dibaca dengan cermat macam-macam majas di bawah ini:

a. Majalah Perbandingan

Majas perbandingan ini cukup banyak muncul di pelajaran sekolah. Majas perbandingan adalah majas yang membandingkan atau menyandingkan antara satu objek dengan objek lainnya.

Ada pun majas yang termasuk ke dalam majas perbandingan, antara lain alegori, personifikasi, metafora, metonimia, asosiasi, hiperbola, simile, antonomasia, pars pro toto, totem pro parte, dan eufimisme.

b. Majas Sindiran

Majas sindiran adalah majas yang ditujukan untuk menyatakan sesuatu dengan maksud menyindir . Untuk jenis majas sindiran yang paling sering muncul di buku sekolah, seperti majas ironi, sarkasme, sinisme, satire, inuendo.

c. Majas Penegasan

Majas penegasan adalah majas yang digunakan untuk menyatakan suatu hal secara tegas . Nah, kalau untuk majas penegasan terdiri dari pleonasme, repetisi, retorika, aliterasi, metonomia, simbolik, paralelisme, tautologi, dan kiasmus.

4.Majas Pertentangan

Selanjutnya, majas pertentangan adalah  majas yang digunakan untuk mengekspresikan suatu hal dengan cara mempertentangkan dengan hal yang lainnya .  Nah , majas pertentangan ini dibagi menjadi majas litotes, antitesis, paradoks, anakronisme, sinekdoke, oksimoron, dan kontradiksi interminus.

Kalian dapat berlatih menganalisis majas dalam pembacaan teks puisi karya Amir Hamzah di bawah ini.

Padamu Jua

 Karya Amir Hamzah

Habis kikis

Segala cintaku hilang terbang

Pulang kembali aku padamu

Seperti dahulu

Kaulah kandil kemerlap

Pelita jendela di malam gelap

Melambai pulang perlahan

Sabar, setia selalu

Satu kekasihku

Aku manusia

Rindu rasa

Rindu rupa

Di mana engkau

Rupa tiada

Suara sayup

Hanya kata merangkai hati

Engkau cemburu

Engkau ganas

Mangsa aku dalam cakarmu

Bertukar tangkap dengan lepas

Nanar aku, gila sasar

Sayang berulang padamu jua

Engkau pelik menarik ingin Serupa dara di balik tirai

Kasihmu sunyi

Menunggu seorang diri

Lalu waktu-bukan giliranku

Mati hari-bukan kawanku …

(Sumber: Antologi Nyanyi Sunyi, 2008)

2. Pengimajian/citraan

Pengimajian atau citraan merupakan kata atau susunan kata yang dapat menimbulkan efek khayalan atau imajinasi pada diri pembacanya. Pembaca seolah-olah ikut merasakan, mendengar, melihat, meraba, dan mengecap sesuatu yang diungkapkan dalam puisi.

Ada beberapa jenis citraan berdasarkan efek imajinasi yang ditimbulkan pada pembaca, yaitu citraan penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan, penciuman, dan citraan gerak (Pradopo, 2012: 80). Untuk memahaminya, di bawah ini merupakan salah satu kutipan teks puisi. Bacalah dengan saksama kutipan teks puisi tersebut, kemudian tentukan jenis citraan dan efeknya bagi pembaca.

Kebun Hujan

.... Subuh hari kulihat bunga-bunga hujan dan daun-daun hujan/

berguguran di kebun hujan, bertaburan jadi sampah hujan. ...

(Joko Pinurbo, Antologi Celana Pacar Kecilku di Bawah Kibaran Sarung, 2007)

3. Kata konkret

    Secara umum, kata konkret adalah kata yang rujukannya lebih mudah ditangkap oleh indra. Konkret dapat berarti nyata, berwujud, atau benar-benar ada. Berikut contoh analisis kata konkret dalam puisi “Hujan Bulan Juni” karya Sapardi Djoko Damono.

Hujan di Bulan Juni

Karya Sapardi Djoko Damono

Tak ada yang lebih tabah

Dari hujan bulan Juni

Dirahasiakannya rintik rindunya

Kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak

Dari hujan bulan Juni

Dihapuskannya jejak-jejak kakinya

Yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif

Dari hujan bulan Juni

Dibiarkannya yang tak terucapkan

diserap akar pohon bunga itu

 

(sumber: Antologi Hujan Bulan Juni, 1994)

Terdapat beberapa kata konkret pada puisi di atas, di antaranya hujan, jalan, dan pohon bunga. Kata hujan dapat mengonkretkan maksud penulis untuk manusia yang selalu jatuh atau menangis. Hal ini dibuktikan dengan larik selanjutnya yang menyebutkan bahwa hujan sangat tabah karena menyembunyikan rasa rindunya pada pohon yang berbunga.

Kata jalan juga dapat tergolong sebagai kata konkret karena dapat diartikan sebagai kehidupan atau kisah hidup. Hal ini tampak pada larik selanjutnya pada larik dihapuskan jejak-jejak kakinya/yang ragu-ragu di jalan itu. Ungkapan ini dapat bermakna seseorang yang melupakan kisah masa lalunya.

Adapun kata pohon bunga dapat mengonkretkan wujud atau sosok seseorang atau sesuatu yang dirindu atau diinginkan. Kata bunga juga dapat dimaknai sebagai seseorang yang cantik atau perempuan yang diharapkan.

4. Kata konotatif

Kata konotatif merupakan kata-kata yang berasosiasi. Asosiasi merupakan keterkaitan makna kata dengan hal lain di luar bahasa. Dalam hal ini, makna konotatif timbul sebagai akibat asosiasi perasaan pembaca terhadap kata yang dibaca, diucapkan, atau didengar. Pada kata konotatif, makna telah mengalami penambahan atau pergeseran dari makna asalnya. Berikut contoh kata konotatif dalam puisi “Candra” karya Sanusi Pane.

CANDRA

Karya Sanusi Pane

Badan yang kuning-muda sebagai kencana,

Berdiri lurus di atas reta bercahaya,

Dewa Candra keluar dari istananya

Termenung menuju Barat jauh di sana

Panji berkibar di tangan kanan,tangan kiri

Memimpin kuda yang bernapaskan nyala;

Begitu dewa melalui cakrawala,

Menabur-naburkan perak ke bawah sini.

Bisikan malam bertiup seluruh bumi,

Sebagai lagu-merawan buluh perindu,

Gemetar-beralun rasa meninggikan sunyi.

Bumi bermimpi dan ia mengeluh di dalam

Mimpinya, karena ingin bertambah rindu

Karena rindu dipeluk sang Ratu Malam.

 

(Sumber: https://www.jendelasastra.com/dapur-sastra/dapur-jendela-sastra/lain lain/puisi-puisi-sanusi-pane)

Dalam puisi di atas, terdapat /larik kuda bernapaskan nyala/. Kata nyala umumnya mengikuti kata api atau sebagai penjelas kata api. Kata nyala juga dapat diartikan sebagai hidup, bertenaga, ataupun berkobar. Dalam hal ini, baris/napas kuda yang menyala/sebenarnya bermakna sosok kuda yang memiliki semangat berkobar atau kuda yang kuat bertenaga.

Larik berikutnya yang mengandung konotasi adalah /Waktu berhenti di tempat ini/Tidak berombak, diam semata/. Dalam puisi tersebut, waktu dikatakan tidak berombak atau dalam keadaan tenang. Kata-kata tersebut tidak menunjukkan makna sebenarnya, tetapi bermakna tidak ada gang guan, damai, dan tenteram.

Demikian penjelasan gaya bahasa (majas), pengimajian, kata konkret, dan kata konotatif sebagai pendukung makna yang disampaikan penyair melalui puisinya. Untuk lebih memahaminya, kalian dapat berlatih menelaah gaya bahasa (majas), pengimajian, kata konkret, dan kata konotatif yang terdapat dalam sebuah puisi.

Soal Analisis

Untuk soal dalam ujian kali ini adalah menentukan larik (baris dalam puisi) yang mengandung majas, pengimajian, kata konkret, dan kata konotatif yang terdaat dalam puisi “Ibu” karya D. Zawawi Imron berikut ini:

Ibu

Karya D. Zawawi Imron

Kalau aku merantau

lalu datang musim kemarau

sumur-sumur kering,

daunan pun gugur bersama reranting

hanya mata air air matamu ibu,

yang tetap lancar mengalir

bila aku merantau

sedap kopyor susumu

dan ronta kenakalanku

di hati ada mayang siwalan

memutikkan sari-sari kerinduan

lantaran hutangku padamu

tak kuasa kubayar

ibu adalah gua pertapaanku

dan ibulah yang meletakkan aku di sini

saat bunga kembang menyemerbak

bau sayang.

ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi

aku mengangguk meskipun kurang mengerti

bila kasihmu ibarat samudera

sempit lautan teduh

tempatku mandi, mencuci lumut pada diri

tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh

lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku

kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan

namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu

lantaran aku tahu

engkau ibu dan aku anakmu

bila aku berlayar lalu datang angin sakal

Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal

ibulah itu bidadari yang berselendang bianglala

sesekali datang padaku

menyuruhku menulis langit biru

dengan sajakku.

(Sumber: Antologi Bantalku Ombak Selimutku Angin, 1996)

Untuk Soal yang harus dikerjakan, kalian bisa lihat pada link dibawah ini:

 https://forms.gle/UfhH1KjWAiiEUH538

Terimakasih

 

 

 

 

 

 

Post a Comment

0 Comments