Puisi merupakan salah satu karya sastra,
selain prosa dan drama. Sebagai sebuah karya sastra, puisi digunakan seseorang
untuk mengungkapkan pikiran, gagasan, dan perasaannya dalam bentuk kata-kata
yang indah. Kata-kata dalam puisi cenderung bersifat kiasan. Puisi biasanya
disampaikan dengan teknik figuratif untuk menciptakan suasana suasana yang
mampu menggugah imajinasi, perasaan, dan keindahan bagi pembacanya. Dalam
puisi, kata-kata dipilih sedemikian rupa secara selektif. Pemilihan kata
tersebut bertujuan dapat memunculkan efek tertentu dan menampung makna yang
menggambarkan pikiran, gagasan, dan perasaan penyair. Pemilihan kata-kata atau
diksi juga harus mempertimbangkan irama, rima, larik, bait, dan tipografi
(bentuk) puisi. Oleh karena itulah, unsur bahasa dalam puisi dianggap lebih
padat jika dibandingkan dengan karya sastra lainnya.
Untuk memahami suatu puisi, kalian harus
menelaah makna pilihan kata yang terdapat di dalamnya. Setiap kata dalam puisi
dipilih dengan cermat oleh penyair dengan berbagai pertimbangan. Hal tersebut
bertujuan memunculkan efek dan makna tertentu. Untuk itu, penyair sering
menggunakan gaya bahasa (majas), pengimajian, kata konkret, dan kata konotatif
untuk mendukung makna puisi yang ingin disampaikannya. Berikut penjelasan
mengenai hal tersebut.
1. Majas (gaya bahasa)
Majas atau gaya bahasa merupakan bahasa
kiasan yang digunakan untuk menampilkan efek tertentu bagi pembacanya. Untuk
lebih memahami majas/gaya bahasa dalam puisi, bisa dibaca dengan cermat
macam-macam majas di bawah ini:
a. Majalah Perbandingan
Majas perbandingan ini cukup banyak
muncul di pelajaran sekolah. Majas perbandingan adalah majas yang
membandingkan atau menyandingkan antara satu objek dengan objek
lainnya.
Ada pun majas yang termasuk ke dalam
majas perbandingan, antara lain alegori, personifikasi, metafora, metonimia,
asosiasi, hiperbola, simile, antonomasia, pars pro toto, totem pro parte, dan
eufimisme.
b. Majas Sindiran
Majas sindiran adalah majas yang
ditujukan untuk menyatakan sesuatu dengan maksud menyindir .
Untuk jenis majas sindiran yang paling sering muncul di buku sekolah, seperti
majas ironi, sarkasme, sinisme, satire, inuendo.
c. Majas Penegasan
Majas penegasan adalah majas yang
digunakan untuk menyatakan suatu hal secara tegas . Nah, kalau
untuk majas penegasan terdiri dari pleonasme, repetisi, retorika, aliterasi,
metonomia, simbolik, paralelisme, tautologi, dan kiasmus.
4.Majas Pertentangan
Selanjutnya, majas pertentangan
adalah majas yang digunakan untuk mengekspresikan suatu hal
dengan cara mempertentangkan dengan hal yang lainnya . Nah ,
majas pertentangan ini dibagi menjadi majas litotes, antitesis, paradoks,
anakronisme, sinekdoke, oksimoron, dan kontradiksi interminus.
Kalian dapat berlatih menganalisis majas
dalam pembacaan teks puisi karya Amir Hamzah di bawah ini.
Padamu
Jua
Karya Amir Hamzah
Habis
kikis
Segala
cintaku hilang terbang
Pulang
kembali aku padamu
Seperti
dahulu
Kaulah
kandil kemerlap
Pelita
jendela di malam gelap
Melambai
pulang perlahan
Sabar,
setia selalu
Satu
kekasihku
Aku
manusia
Rindu rasa
Rindu rupa
Di mana
engkau
Rupa tiada
Suara
sayup
Hanya kata
merangkai hati
Engkau
cemburu
Engkau
ganas
Mangsa aku
dalam cakarmu
Bertukar
tangkap dengan lepas
Nanar aku,
gila sasar
Sayang
berulang padamu jua
Engkau
pelik menarik ingin Serupa dara di balik tirai
Kasihmu
sunyi
Menunggu
seorang diri
Lalu
waktu-bukan giliranku
Mati
hari-bukan kawanku …
(Sumber: Antologi Nyanyi
Sunyi, 2008)
2.
Pengimajian/citraan
Pengimajian atau citraan merupakan kata
atau susunan kata yang dapat menimbulkan efek khayalan atau imajinasi pada diri
pembacanya. Pembaca seolah-olah ikut merasakan, mendengar, melihat, meraba, dan
mengecap sesuatu yang diungkapkan dalam puisi.
Ada beberapa jenis citraan berdasarkan
efek imajinasi yang ditimbulkan pada pembaca, yaitu citraan penglihatan,
pendengaran, perabaan, pengecapan, penciuman, dan citraan gerak (Pradopo, 2012:
80). Untuk memahaminya, di bawah ini merupakan salah satu kutipan teks puisi.
Bacalah dengan saksama kutipan teks puisi tersebut, kemudian tentukan jenis
citraan dan efeknya bagi pembaca.
Kebun Hujan
.... Subuh
hari kulihat bunga-bunga hujan dan daun-daun hujan/
berguguran
di kebun hujan, bertaburan jadi sampah hujan. ...
(Joko Pinurbo, Antologi Celana Pacar
Kecilku di Bawah Kibaran Sarung, 2007)
3.
Kata konkret
Secara
umum, kata konkret adalah kata yang rujukannya lebih mudah ditangkap oleh
indra. Konkret dapat berarti nyata, berwujud, atau benar-benar ada. Berikut
contoh analisis kata konkret dalam puisi “Hujan Bulan Juni” karya Sapardi Djoko
Damono.
Hujan
di Bulan Juni
Karya
Sapardi Djoko Damono
Tak ada
yang lebih tabah
Dari hujan
bulan Juni
Dirahasiakannya
rintik rindunya
Kepada
pohon berbunga itu
Tak ada
yang lebih bijak
Dari hujan
bulan Juni
Dihapuskannya
jejak-jejak kakinya
Yang
ragu-ragu di jalan itu
Tak ada
yang lebih arif
Dari hujan
bulan Juni
Dibiarkannya
yang tak terucapkan
diserap
akar pohon bunga itu
(sumber: Antologi Hujan
Bulan Juni, 1994)
Terdapat beberapa kata konkret pada
puisi di atas, di antaranya hujan, jalan, dan pohon bunga. Kata hujan dapat
mengonkretkan maksud penulis untuk manusia yang selalu jatuh atau menangis. Hal
ini dibuktikan dengan larik selanjutnya yang menyebutkan bahwa hujan sangat
tabah karena menyembunyikan rasa rindunya pada pohon yang berbunga.
Kata jalan juga dapat tergolong sebagai
kata konkret karena dapat diartikan sebagai kehidupan atau kisah hidup. Hal ini
tampak pada larik selanjutnya pada larik dihapuskan jejak-jejak kakinya/yang
ragu-ragu di jalan itu. Ungkapan ini dapat bermakna seseorang yang melupakan
kisah masa lalunya.
Adapun kata pohon bunga dapat
mengonkretkan wujud atau sosok seseorang atau sesuatu yang dirindu atau
diinginkan. Kata bunga juga dapat dimaknai sebagai seseorang yang cantik atau
perempuan yang diharapkan.
4.
Kata konotatif
Kata konotatif merupakan kata-kata yang
berasosiasi. Asosiasi merupakan keterkaitan makna kata dengan hal lain di luar
bahasa. Dalam hal ini, makna konotatif timbul sebagai akibat asosiasi perasaan
pembaca terhadap kata yang dibaca, diucapkan, atau didengar. Pada kata
konotatif, makna telah mengalami penambahan atau pergeseran dari makna asalnya.
Berikut contoh kata konotatif dalam puisi “Candra” karya Sanusi Pane.
CANDRA
Karya
Sanusi Pane
Badan yang
kuning-muda sebagai kencana,
Berdiri
lurus di atas reta bercahaya,
Dewa
Candra keluar dari istananya
Termenung
menuju Barat jauh di sana
Panji
berkibar di tangan kanan,tangan kiri
Memimpin
kuda yang bernapaskan nyala;
Begitu
dewa melalui cakrawala,
Menabur-naburkan
perak ke bawah sini.
Bisikan
malam bertiup seluruh bumi,
Sebagai
lagu-merawan buluh perindu,
Gemetar-beralun
rasa meninggikan sunyi.
Bumi
bermimpi dan ia mengeluh di dalam
Mimpinya,
karena ingin bertambah rindu
Karena
rindu dipeluk sang Ratu Malam.
(Sumber:
https://www.jendelasastra.com/dapur-sastra/dapur-jendela-sastra/lain
lain/puisi-puisi-sanusi-pane)
Dalam puisi di atas, terdapat /larik
kuda bernapaskan nyala/. Kata nyala umumnya mengikuti kata api atau sebagai
penjelas kata api. Kata nyala juga dapat diartikan sebagai hidup, bertenaga,
ataupun berkobar. Dalam hal ini, baris/napas kuda yang menyala/sebenarnya
bermakna sosok kuda yang memiliki semangat berkobar atau kuda yang kuat
bertenaga.
Larik berikutnya yang mengandung
konotasi adalah /Waktu berhenti di tempat ini/Tidak berombak, diam semata/.
Dalam puisi tersebut, waktu dikatakan tidak berombak atau dalam keadaan tenang.
Kata-kata tersebut tidak menunjukkan makna sebenarnya, tetapi bermakna tidak
ada gang guan, damai, dan tenteram.
Demikian penjelasan gaya bahasa (majas),
pengimajian, kata konkret, dan kata konotatif sebagai pendukung makna yang
disampaikan penyair melalui puisinya. Untuk lebih memahaminya, kalian dapat
berlatih menelaah gaya bahasa (majas), pengimajian, kata konkret, dan kata
konotatif yang terdapat dalam sebuah puisi.
Soal
Analisis
Untuk
soal dalam ujian kali ini adalah menentukan larik (baris dalam puisi) yang
mengandung majas, pengimajian, kata konkret, dan kata konotatif yang terdaat
dalam puisi “Ibu” karya D. Zawawi Imron berikut ini:
Ibu
Karya
D. Zawawi Imron
Kalau aku
merantau
lalu
datang musim kemarau
sumur-sumur
kering,
daunan pun
gugur bersama reranting
hanya mata
air air matamu ibu,
yang tetap
lancar mengalir
bila aku
merantau
sedap
kopyor susumu
dan ronta
kenakalanku
di hati
ada mayang siwalan
memutikkan
sari-sari kerinduan
lantaran
hutangku padamu
tak kuasa
kubayar
ibu adalah
gua pertapaanku
dan ibulah
yang meletakkan aku di sini
saat bunga
kembang menyemerbak
bau
sayang.
ibu
menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
aku
mengangguk meskipun kurang mengerti
bila
kasihmu ibarat samudera
sempit
lautan teduh
tempatku
mandi, mencuci lumut pada diri
tempatku
berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
lokan-lokan,
mutiara dan kembang laut semua bagiku
kalau aku
ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
namamu,
ibu, yang kan kusebut paling dahulu
lantaran
aku tahu
engkau ibu
dan aku anakmu
bila aku
berlayar lalu datang angin sakal
Tuhan yang
ibu tunjukkan telah kukenal
ibulah itu
bidadari yang berselendang bianglala
sesekali
datang padaku
menyuruhku
menulis langit biru
dengan
sajakku.
(Sumber:
Antologi Bantalku Ombak Selimutku Angin, 1996)
Untuk
Soal yang harus dikerjakan, kalian bisa lihat pada link dibawah ini:
Terimakasih
0 Comments