Materi soal agama Islam Kelas 10 PAI Semester 2 ini adalah soal analisis berbentuk teks naratif tentang menghindari perilaku temperamental (ghadhab), menumbuhkan sikap kontrol diri dan berani. Selanjutnya silahkan dibaca materi pendahuluan, kisah inspiratif, dan dilanjutkan dengan soal analisisnya.
Pengantar Materi
Setiap manusia terlahir dengan fitrah
dan sifat masing-masing. Ada yang terlahir dengan sifat yang tenang, santun,
mudah beradaptasi dan ramah kepada setiap orang. Ada juga yang memiliki sifat
bawaan pemurung, pendiam, mudah marah, mudah tersinggung dan lain sebagainya.
Di sekitar kita, orang yang mudah tersinggung dan mudah marah sering disebut dengan
temperamental yaitu kondisi di mana amarah seseorang dapat meningkat dengan
cepat dan apabila kondisi seperti itu dibiarkan terus-menerus, maka tentu akan
berpengaruh terhadap aktivitas dan sosialisasi mereka dengan lingkungan di
sekitarnya. Sifat temperamental yang tidak dikendalikan dan tidak diupayakan
untuk dirubah ibarat menyimpan bom waktu, karena akan berpotensi untuk
mendatangkan masalah dari waktu ke waktu.
Oleh karena itulah baik dalam Al-Qur`an maupun hadis banyak sekali dalil yang melarang seorang mukmin untuk memiliki sifat pemarah dan temperamental, karena akan mendatangkan kerugian baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain, pada kehidupan di dunia hingga kehidupan di akhirat. Sehingga seorang mukmin harus bekerja keras untuk menahan amarahnya agar terhindar dari hal-hal yang merugikan
Kisah Inspiratif
KISAH PAKU DAN SEBATANG BALOK KAYU
Alkisah, tersebutlah seorang murid yang
memiliki sifat temperamental, mudah marah dan kesulitan mengendalikan dirinya. Dia
selalu mengalami kesulitan untuk mengontrol emosinya, bahkan selalu mudah marah
dan berkata kasar hanya untuk kesalahan-kesalahan kecil orang lain yang membuatnya
tersinggung. Hingga pada suatu hari ia dipanggil oleh gurunya. Sang guru merasa
berkewajiban untuk menasehati dan menjadikan murid ini lebih baik akhlaknya, baik
terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
Oleh sang guru, ia diminta untuk menyiapkan
sebatang balok kayu, palu dan paku. Dan dengan pendekatan serta sentuhan hati yang
tulus, guru itu pun meminta kepadanya, agar setiap kali ia marah, ia harus
menancapkan satu buah paku ke balok kayu dengan menggunakan palu yang sudah disiapkan.
Berapa kali pun marah, ia harus melakukan hal tersebut dengan paku-paku yang baru.
Ia pun menerima nasihat dari gurunya dan bersedia melakukannya.
Keesokan harinya, ia kembali dipanggil
oleh sang guru di sekolah, dan ditanya, “dari kemarin sampai pagi ini sudah berapa
buah paku yang engkau tancapkan di atas balok kayu itu?” Ia menjawab, “dua puluh,
guru” jawabnya sambil menunduk malu. Dalam hati ia menyadari, ternyata hampir
setiap satu jam ia marah kepada orang lain. Sang guru pun tidak berkomentar apa-apa,
dan memintanya untuk kembali lagi minggu depan serta berpesan untuk terus melanjutkan
kegiatan itu.
Satu minggu berlalu dan saatnya sang guru memanggilnya kembali. Dengan wajah berseri-seri, ia menghadap kepada gurunya dan berkata “terima kasih guru, karena nasihat yang guru berikan, yang tadinya satu hari saya menancapkan 20 buah paku, pelan-pelan mulai berkurang, dan dari kemarin hingga pagi ini saya sama sekali tidak menancapkan paku lagi”. Dan sang guru pun menjawab “bagus sekali nak. Kalau begitu, tugasmu selanjutnya adalah, setiap kali engkau berhasil menahan amarahmu, maka cabutlah satu paku yang engkau tancapkan sebelumnya. Setiap hari seperti itu, nanti engkau boleh kembali lagi setelah engkau berhasil mencabut semua paku di balok kayu itu”. Hari demi hari berlalu, berganti minggu dan beberapa bulan kemudian murid itu pun kembali menghadap gurunya dengan wajah yang berseri-seri tetapi penuh dengan rasa penasaran. “Guru, saya telah mencabut semua paku seperti yang guru nasihatkan, setiap kali saya bisa mengendalikan amarah saya, dan saat ini semua paku sudah berhasil saya cabut” lapornya.
“Luar biasa sekali anakku. Tentu tidak mudah
bagimu untuk melakukan apa yang aku sarankan. Dan sekarang, bolehkan aku
bertamu ke rumahmu dan melihat paku-paku dan balok kayu itu?” Ia menjawab
dengan cukup penasaran “baiklah guru, tapi kalau boleh tahu, untuk apa guru melihat
paku-paku dan balok kayu itu?” “Nanti kamu juga akan tahu” jawab sang guru.
Kemudian guru dan murid itu pun
beriringan menuju ke rumah sang murid dan kemudian melihat balok kayu yang sudah
bersih dari tancapan paku, tetapi balok kayu itu terlihat buruk karena bekas-bekas
lubang paku yang dicabut. Lalu sang guru berkata “anakku, engkau sudah
melakukan hal yang luar biasa dengan menahan amarahmu. Tapi engkau juga harus tahu,
bahwa ada akibat yang engkau timbulkan dari amarahmu selama ini. Ketika engkau
marah dan meluapkan emosimu dengan mengeluarkan kata-kata yang menyakiti hati orang
lain, maka hal itu seperti kiasan paku yang menancap di balok kayu ini. Tidak ada
bedanya kemarahan yang disengaja, maupun kemarahan yang spontan, semuanya sama-sama
berakibat buruk bagi orang lain” kata sang guru dengan penuh bijaksana.
“Anakku, tidak cukup bagimu hanya
menyesali, meminta maaf dan memohon ampunan kepada Allah Swt. atas apa yang
pernah engkau perbuat. Permintaan maafmu kepada orang yang pernah engkau sakiti,
ibarat engkau mencabut paku-paku itu dari balok kayu. Pakunya bisa dicabut,
tetapi bekas lubang pakunya tidak bisa hilang. Demikian juga dengan sakit hati,
barangkali orang lain bisa memaafhan, tetapi belum tentu ia bisa melupakan apa
yang pernah kita lakukan kepadanya. Oleh karena itu, janganlah engkau
meremehkan kata-kata buruk, emosi dan kemarahanmu kepada orang lain, karena
luka yang disebabkan oleh kata-kata, sama sakitnya dengan luka fisik yang kita alami”
pungkas sang guru. Murid itu pun menunduk dan menyadari sifat temperamental yang
ia miliki selama ini, ternyata berdampak buruk bagi orang lain dan merugikan
dirinya sendiri, dan ia pun berjanji untuk menjadi orang yang lebih baik dengan
mengendalikan amarah dan emosinya dalam kehidupan berikutnya. (Dinarasikan
kembali dari rumahinspirasi.com).
Soal Analisis
Bacalah dengan cermat dan teliti kisah inspiratif di atas! Lalu simpulkan dan tuliskan hikmah apakah yang bisa kita petik dari kisah tersebut! Kaitkanlah hikmah dari kisah tersebut dengan pengalaman hidup yang kalian alami! Hasil jawabannya silahkan kirimkan melalui link di bawah ini:Terimakasih!
0 Comments