Islam sangat menekankan agar ketika ada masalah yang terjadi di
masyarakat hendaklah tidak diselesaikan dengan mengedepankan ego pribadi,
sehingga memunculkan solusi yang sepihak dan sukjektif, melainkan agar setiap
masalah hendaklah diselesaikan dengan jalan bermusyawarah. Hal ini ditegaskan
dalam Al-Qur’an berikut ini:
فَبِمَا رَحۡمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ
لِنتَ لَهُمۡۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَۖ
فَٱعۡفُ عَنۡهُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِي ٱلۡأَمۡرِۖ فَإِذَا
عَزَمۡتَ فَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَوَكِّلِينَ ١٥٩
Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu
berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan
mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya. (Q.S. Ali
Imran/3:159)
Melalui ayat di atas jelas sekali bermusyawah dapat
dijadikan solusi paling efektif ketika ada masalah yang sulit diselesaikan.
Selanjutnya perlu kiranya ditegaskan tentang persamaan dan perbedaan antara
demokrasi dan syura.
1. Demokrasi
Secara bahasa, demokrasi terdiri dari dua rangkaian
kata, yaitu “Demos” yang berarti rakyat dan “cratos” yang berarti kekuasaan.
Secara istilah bisa dilihat dari dua aspek.
Pertama, demokrasi dipahami sebagai suatu konsep yang
berkembang dalam kehidupan politik pemerintah yang di dalamnya terdapat
penerimaan dan penolakan terhadap peletakan kekuasaan di tangan orang banyak,
baik secara langsung maupun dalam perwakilan.
Kedua, demokrasi
dimaknai sebagai suatu konsep yang menghargai hak-hak dan kemampuan individu dalam
kehidupan masyarakat.
2. Syura
Menurut bahasa, dalam kamus Mu’jam Maqayis
al-Lugah, syura memiliki dua pengertian, yaitu menampakkan dan memaparkan
sesuatu atau mengambil sesuatu. Secara istilah bisa dilihat dari beragam
pandangan dari para ulama, diantaranya:
a). Ar Raghib al-Ashfahani dalam kitabnya Al
Mufradat fi Gharib al-Qur’an, menjelaskan bahwa syura merupakan suatu
proses mengemukakan pendapat dengan
saling mengoreksi antar peserta.
b). Ibnu al-Arabi al- Maliki dalam Ahkam
al-Qur’an menjelaskan bahwa syura adalah berkumpul untuk meminta pendapat
dalam suatu permasalahan.
c). pakar fikih kontemporer dalam asy Syura fi
Zilli Nizami al-Hukm al-Islami, menyebutkan sebagai suatu proses menelusuri
pendapat para ahli dalam suatu
permasalahan untuk menacai solusi yang mendekati kebenaran.
Dari dua pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa syura hanya merupakan mekanisme kebebasan berekspresi dan penyaluran pendapat dengan penuh
keterbukaan dan kejujuran. Sedangkan demokrasi mencakup lingkup yang cukup
luas, mencakup persoalan tentang nilai-nilai egaliter, penghormatan terhadap
potensi individu, penolakan terhadap kekusaan tirani, dan memberi kesempatan
kepada semua pihak untuk berpartisipasi dalam mengurus pemeritaham.
Selanjutnya ada banya perbedaan pandangan dari para
ulama yang membahas secara objektif tentang konsep demokrasi. Diantaranya:
1. Abul A’la Al-Maududi
Al-Maududi secara tegas menolak demokrasi, karena
meruakan produk manusia sekaligus produk dari pertentangan Barat terhadap agama.
Menurutnya, Islam tidak mengenal paham
demokrasi yang memberikan kekuasaan besar kepada rakyat untuk menetapkan
segala hal.
2. Mohammad Iqbal
Menurut Iqbal, demokrasi modern menjadi kehilangan
sisi spritualnya, sehingga jauh dari etika. Kemudian Iqbal menawarkan model
demokrasi sebagai berikut:
a.
Tauhid
sebagai landasan asasi
b.
Kepatuhan
kepada hukum
c.
Toleransi
sesama warga
d.
Tidak
dibatasi wilayah, ras dan warna kulit
e.
Penafsiran
hukum tuhan melalui ijtihad
3. Muhammad Imarah
Menurut Imarah, Islam tidak menerima demokrasi,
karena dalam demokrasi kekuasaan legislatif (membuat dan menetapkan hukum)
secara mutlak berada di tangan rakyat. Sementara menurut sistem syura,
kekuasaan tersebut merupakan wewenang Allah Swt.
4. Yusuf al-Qardhawi
Menurut Al-Qardhawi, substansi demokrasi sejalan
dengan Islam. Hal ini bisa dilihat dari beberapa hal:
a.
Dalam
demokrasi, proses pemilihan melibatkan banyak orang untuik mengangkat seorang
kandidat yang berhak memimpin dan mengurus keadaan mereka
b.
Usaha
setiap rakyat untuk meluruskan penguasa
yang tirani juga sejalan dengan Islam
c.
Pemilihan
umum termasuk jenis pemberian saksi
d.
Penetapan hukum yang berdasarkan suara mayoritas juga
tidak bertentangan dengan prinsip Islam
e.
Kebebasan
pers dan kebebasan mengeluarkan pendapat, serta otoritas pengadilan
merupakan sejumlah hal dalam demokrasi
yang sejalan dengan Islam.
5. Salim Ali al-Bahasnawi
Menurut Salim Ali al-Bahasnawi, demokrasi memiliki
dua sisi positif dan negatif. Aspek positifnya adalah adanya kedaulatan rakyat
selama tidak bertentangan dengan Islam, aspek negatifnya adalah penggunaan hak
legislatif secara bebas yang dapat mengarah pada sikap menghalalkan yang haram
dan mengharamkan yang halal.
Salim Ali al-Bahasnawi memberikan solusi berupa model demokrasi yang bisa menjembatani keduanya.
Diantaranya:
a.
Menetapkan
tanggung jawab setiap individu di hadapan Allah Swt.
b.
Wakil
rakyat harus berakhlak Islam
c.
Mayoritas
bukan ukuran mutlak dalam kasus yang tidak ditemukan dala al-Qur’an dan Sunnah
d.
Komitmen
terhadap Islam terkait dengan persyaratan jabatan, sehingga hanya yang bermoral
yang duduk di parlemen.
Dari berbagai macam pandangan ulama di atas tentang
demokrasi, ada yang menerima dengan berbagai syarat yang harus dipenuhi, ada
yang menolak dengan tegas karena tidak sesuai dengan prinsip Islam.
Semoga bermanfaat!
0 Comments